Mahfud MD Menteri Koordinator Politik Hukum dan Ham (Menkopolhukam) menyebut bahwa dana otoritas khusus (Otsus) yang diberikan kepada Papua dari dulu memang tidak beres.
“Tentang dana otsus karena itu diketahui sejak dulu pengelolaannya memang tidak beres,” ujar Mahfud MD saat memberi keterangan di Hotel JW Marriott, Minggu (25/9/2022).
Meski dia menilai tidak beres, Mahfud menyebut justru dana otsus dinaikkan menjadi 2,25 persen yang sebelumnya adalah 2 persen. Dana kenaikan otsus bersumber dari dana alokasi umum (DAU) nasional.
Dia menjelaskan kenaikan dana itu disahkan melalui Revisi Undang-Undang Otonomi khusus Papua melalui rapat paripurna DPR pada Juli 2021. Mahfud merinci, pengelolaan dana otsus dibagi menjadi dua.
“Ditangani oleh pemerintah pusat sebanyak 1,25 persen, kemudian yang 1 persen dikelola oleh daerah,” ujar Mahfud.
Untuk meminimalisir adanya penyelewengan, kata Mahfud pengawasa dana otsus akan diperketat. Nantinya pemerintah pusat akan menentukan setiap proyek apa yang mau dilaksanakan di daerah.
“Nanti yang melaksanakan boleh daerah meskipun dananya dikelola oleh pusat. Tapi harus mengajukan proposal yang jelas,” tegasnya.
Untuk diketahui, Menkopolhukam itu memaparkan bahwa dana otsus yang mengalir di era kepemimpinan Lukas Enembe Gubernur Papua senilai kurang lebih Rp500 triliun yang merupakan akumulasi dari dana otsus, pendapatan asli daerah (PAD), dana desa, dan belanja kementerian atau lembaga.
Dengan aliran dana tersebut, terdapat dugaan penyelewangan dana otsus yang dilakukan oleh Lukas Enembe. Mahfud mempertanyakan aliran dana sebesar itu tidak merubah kondisi kemiskinan di Papua.
“Tapi di sana rakyatnya tidak dapat apa-apa, tetap miskin, pantas kalau rakyat Papua itu marah. Kita yang dimarahin, pemerintah pusat,” ucap Mahfud.
Sebagai informasi, Lukas Enembe telah ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam kasus ini Lukas sedang menjalani pemeriksaan oleh KPK.
Akan tetapi Gubernur Papua itu tidak kunjung memenuhi panggilan tersebut karena alasan sakit. Mahfud mengatakan apabila Lukas Enembe tidak kunjung memenuhi panggilan tersebut, statusnya bisa jadi DPO (Daftar Pencarian Orang).
“Itu sudah ada mekanismenya ada pemanggilan satu, dua, tiga, panggil paksa dan DPO. Sampa saat ini pihak KPK masih menerapkan mekanisme itu,” ungkap Mahfud.(wld/gat/iss)